Deepfake politik Chuck Schumer
Deepfake politik Chuck Schumer

Deepfake Politik Chuck Schumer dan Dilema Platform X

Teknologi kecerdasan buatan (AI) telah membawa era baru dalam komunikasi digital, tetapi juga memicu krisis kepercayaan yang mendalam, terutama di ranah politik. Kasus terbaru yang menarik perhatian global adalah rilisnya video deepfake politik Chuck Schumer oleh komite kampanye Partai Republik Senat AS (National Republican Senatorial Committee/NRSC) di platform X (sebelumnya Twitter). Video yang dibuat secara artifisial ini menampilkan Pemimpin Minoritas Senat AS, Chuck Schumer, mengucapkan sebuah pernyataan terkait government shutdown yang sedang berlangsung, meskipun dengan sedikit penyangkalan di sudut layar.

Meskipun kutipan yang diucapkan Schumer di video deepfake itu didasarkan pada ucapan aslinya yang pernah diucapkan kepada media, penggunaan representasi visual dan audio yang dibuat-buat telah memicu kecaman keras. Tindakan NRSC ini dianggap melangkah ke wilayah distopia baru dalam kampanye politik. Platform X, yang kini memiliki kebijakan yang lebih longgar, memilih untuk tidak menghapus konten tersebut. Kejadian ini tidak hanya menyoroti penggunaan AI yang semakin agresif dalam politik, tetapi juga menimbulkan pertanyaan serius tentang peran platform media sosial dalam menjaga integritas informasi dan proses demokrasi.

 

Memahami Kasus Deepfake Politik Chuck Schumer

 

Pada dasarnya, yang membuat kasus ini kontroversial bukanlah sepenuhnya narasi yang dibawakan (yang mengkritik peran Schumer dalam penutupan pemerintahan), melainkan metode pembuatannya. NRSC menggunakan AI generatif untuk membuat video sintetik yang menampilkan Schumer secara robotik mengulang frasa “setiap hari menjadi lebih baik bagi kami.”

 

Asal Mula Deepfake Politik Chuck Schumer

 

Meskipun video tersebut menampilkan gambar buatan AI, frasa “setiap hari menjadi lebih baik bagi kami” diambil dari wawancara nyata Schumer dengan Punchbowl News. Dalam wawancara aslinya, Schumer merujuk pada strategi Partai Demokrat yang dipersiapkan dengan matang menghadapi shutdown yang diprediksi akan menguntungkan mereka. Namun, alih-alih hanya mengutip perkataan tersebut dalam format teks atau audio, NRSC sengaja membuat visual artifisial seolah Schumer benar-benar mengucapkan frasa tersebut di depan kamera sebagai bagian dari serangan politik.

Para pengkritik berpendapat bahwa menciptakan video deepfake, meskipun dengan catatan kaki (disclaimer) yang samar di sudut layar, bertujuan untuk memanipulasi pemirsa agar percaya bahwa Schumer menyampaikan pesan tersebut dalam konteks yang lebih sinis dan menghina. Hal ini dikhawatirkan akan mengikis kemampuan masyarakat untuk membedakan antara fakta dan fiksi, yang merupakan ancaman nyata terhadap diskusi politik yang sehat.

 

Kebijakan X dan Dilema Konten Deepfake

 

Menghadapi kontroversi ini, perhatian pun tertuju pada kebijakan platform X. Setelah dibeli oleh Elon Musk, X telah mengurangi penekanan pada moderasi konten, terutama di ranah politik.

 

Kontras dengan Kebijakan Sebelumnya

 

Di bawah kepemimpinan sebelumnya, X (saat itu Twitter) memiliki kebijakan yang lebih ketat terhadap media yang dimanipulasi atau deepfakes, terutama yang bertujuan menipu. Namun, perubahan kepemimpinan membawa perubahan filosofi, di mana kebebasan berpendapat diutamakan, bahkan dengan mengorbankan pengawasan ketat terhadap disinformasi.

Kepala komunikasi NRSC, Joanna Rodriguez, secara blak-blakan membela penggunaan AI, menyatakan: “AI sudah ada dan tidak akan ke mana-mana. Beradaptasi & menang atau panik & kalah.” Pernyataan ini menunjukkan pandangan pragmatis bahwa alat AI adalah senjata politik yang sah, terlepas dari dampak etisnya. Dengan tidak menghapus video deepfake politik Chuck Schumer, X memberikan sinyal kuat bahwa mereka akan membiarkan konten AI manipulatif beredar, asalkan ada disclaimer kecil, meskipun efektivitas disclaimer tersebut dipertanyakan di era scroll cepat media sosial.

 

Dampak pada Integritas Pemilu dan Demokrasi

 

Kasus deepfake politik Chuck Schumer hanyalah salah satu dari serangkaian insiden yang menunjukkan bagaimana AI generatif menjadi ancaman eksistensial bagi demokrasi. Sebelumnya, mantan Presiden Donald Trump juga merilis video deepfake di media sosialnya yang menggambarkan pemimpin Demokrat lainnya dengan pernyataan palsu yang berbau rasisme dan misinformasi.

Para senator, termasuk Schumer sendiri, telah lama menyerukan undang-undang federal untuk mengatur deepfakes pemilu. Mereka berargumen bahwa kecepatan dan realisme konten yang dihasilkan AI melampaui kemampuan kita untuk memverifikasi keasliannya. Jika pemilih tidak dapat mempercayai apa yang mereka lihat dan dengar, fondasi pengambilan keputusan berbasis informasi akan hancur. Upaya legislatif yang diusulkan, seperti “AI Transparency in Elections Act” dan “Protect Elections from Deceptive AI Act,” bertujuan untuk mewajibkan adanya penanda yang jelas pada iklan politik yang dibuat dengan AI dan melarang konten yang secara material menipu. Namun, hingga kini, upaya-upaya tersebut belum disahkan.

 

Masa Depan Deepfake Politik

 

Insiden deepfake politik Chuck Schumer ini menjadi titik balik. Ini menandakan bahwa penggunaan AI generatif dalam kampanye politik telah menjadi arus utama, bukan lagi sekadar eksperimen pinggiran.

Tantangan bagi publik, pembuat kebijakan, dan platform media sosial adalah sama:

  1. Regulasi yang Relevan: Perlu adanya undang-undang federal yang secara eksplisit mengatur penggunaan deepfake dalam iklan politik, menuntut transparansi, dan memberikan sanksi tegas bagi penyebaran konten yang menipu secara material.
  2. Literasi Digital: Masyarakat harus dilengkapi dengan alat dan pengetahuan untuk mengidentifikasi konten yang dibuat oleh AI. Ini termasuk kewaspadaan terhadap video yang terlihat “aneh” atau terlalu dramatis dan selalu mencari sumber informasi asli.
  3. Akuntabilitas Platform: Platform media sosial harus menentukan standar yang jelas dan ditegakkan dengan tegas mengenai manipulasi media. Keterangan samar (disclaimer) tidak lagi cukup untuk mengatasi kerusakan yang ditimbulkan oleh deepfake yang canggih.

Pada akhirnya, penggunaan deepfake politik Chuck Schumer oleh NRSC di X adalah pengingat yang mencolok bahwa perlombaan senjata informasi telah dimulai. Kegagalan untuk bertindak cepat dalam mengatur teknologi ini akan mempercepat erosi kepercayaan publik, menjadikan kebenaran sebagai korban pertama di arena politik modern.

Baca juga:

Informasi ini dipersembahkan oleh rajabotak

Comments

No comments yet. Why don’t you start the discussion?

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *